Upaya Mitigasi Perubahan Iklim oleh Pemerintah

Halo, teman-teman!

Mitigasi perubahan iklim adalah serangkaian tindakan yang bertujuan untuk mengurangi atau mencegah emisi gas rumah kaca (GRK) yang memicu kenaikan suhu global dan perubahan iklim. Fokus utama dari upaya mitigasi ini adalah mengurangi emisi karbon dioksida (CO₂), metana (CH₄), nitrogen oksida (N2O), dan gas-gas lain yang menyebabkan efek rumah kaca. Dengan demikian, diharapkan dapat memperlambat laju perubahan iklim, sehingga dapat mengurangi dampak negatif yang ditimbulkan.

Berikut ini adalah upaya-upaya yang dilakukan pemerintah Indonesia dalam mitigasi perubahan iklim.

1. Menetapkan Kebijakan Pengurangan Emisi Gas Rumah Kaca

Sebagai bagian dari strategi transisi energi, pemerintah pada tahun 2022 menetapkan target penurunan emisi GRK sebesar 32% dengan usaha sendiri dan 43% dengan dukungan internasional pada tahun 2030, sebagaimana tercantum dalam Nationally Determined Contribution (NDC) yang diajukan ke Perjanjian Paris dalam kerangka United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC). Untuk mendukung upaya tersebut, pemerintah juga mengimplementasikan pajak karbon pada sektor-sektor beremisi tinggi serta mendorong transisi ke energi terbarukan seperti tenaga surya, angin, dan air.

Terkait komitmen jangka panjang, Indonesia juga menargetkan pencapaian Net Zero Emission (NZE) pada tahun 2060 atau lebih cepat. Melalui strategi Long-Term Strategy for Low Carbon and Climate Resilience (LTS-LCCR), pemerintah menetapkan langkah-langkah untuk mencapai keseimbangan emisi gas rumah kaca. Langkah-langkah ini mencakup peningkatan peran energi terbarukan, penghentian pembangunan pembangkit listrik berbasis batu bara, dan peningkatan tutupan hutan serta lahan gambut yang berfungsi sebagai penyerap karbon alami. Strategi NZE ini menunjukkan komitmen Indonesia untuk ikut serta dalam mitigasi perubahan iklim global secara berkelanjutan.

2. Penggunaan Sumber Energi Terbarukan

Salah satu upaya utama dalam mitigasi perubahan iklim adalah transisi ke energi terbarukan, seperti tenaga surya, angin, air, dan bioenergi. Melalui Peraturan Presiden No. 22 tahun 2017, pemerintah menargetkan 23% dari kebutuhan energi nasional berasal dari energi terbarukan pada tahun 2025. Untuk mencapai target ini, Indonesia telah mendorong pembangunan pembangkit listrik tenaga surya, angin, dan air, termasuk program PLTS Atap yang mengajak rumah tangga dan sektor komersial untuk memasang panel surya di bangunan mereka. Dengan program ini, masyarakat dapat menggunakan energi bersih sekaligus menjual kelebihan energi yang dihasilkan ke jaringan listrik nasional.

Berikut ini teman-teman bisa menonton video mengenai salah satu pembangkit listrik energi terbarukan, yaitu pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) yang dibangun di Purwakarta, Jawa Barat.

3. Peralihan Kendaraan dari Berbahan Bakar Fosil ke Listrik

Dalam sektor transportasi, pemerintah mendorong penggunaan kendaraan listrik berbasis baterai untuk menggantikan kendaraan berbahan bakar fosil melalui Peraturan Presiden No 55 2019. Kebijakan ini didukung oleh insentif pajak untuk kendaraan listrik dan pembangunan Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik Umum (SPKLU) di berbagai kota besar. Langkah ini tidak hanya bertujuan untuk menurunkan emisi GRK di sektor transportasi, tetapi juga mendukung produksi dan distribusi kendaraan listrik di dalam negeri, menciptakan ekosistem transportasi yang lebih bersih dan berkelanjutan.

Ilustrasi kendaraan listrik (Detikcom)

4. Penerapan Pajak Karbon

Indonesia juga telah memperkenalkan pajak karbon sebagai instrumen untuk mengurangi emisi CO₂ melalui Undang-Undang No. 7 Tahun 2021. Pajak ini dikenakan pada sektor-sektor yang menghasilkan emisi karbon yang tinggi, seperti industri dan energi. Pajak karbon dapat mendorong perusahaan untuk beralih ke teknologi yang lebih bersih dan meningkatkan efisiensi energi dalam operasional mereka. Dengan pajak karbon ini, pemerintah berharap dapat menurunkan emisi sekaligus meningkatkan penerimaan negara yang dapat digunakan untuk pengembangan teknologi rendah emisi GRK.

5. Kebijakan Deforestasi dan Pembakaran Lahan

Kebakaran hutan dan lahan, terutama di wilayah lahan gambut, adalah salah satu penyebab utama emisi GRK di Indonesia. Untuk menangani masalah ini, pemerintah telah menerapkan moratorium pembukaan hutan primer dan lahan gambut sejak tahun 2011. Kebijakan ini melarang penerbitan izin baru untuk membuka lahan di wilayah-wilayah hutan yang dilindungi dan lahan gambut, yang rentan terhadap kebakaran. Pemerintah juga memperketat sanksi terhadap perusahaan yang terbukti melakukan pembakaran lahan sebagai bagian dari pembukaan lahan perkebunan atau pertanian.

Selain itu, melalui Program Restorasi Gambut, pemerintah bekerja sama dengan masyarakat dan komunitas internasional untuk merehabilitasi lahan gambut yang rusak dan menjaga kelestarian hutan. Upaya ini juga melibatkan penegakan hukum terhadap perusahaan yang melanggar ketentuan larangan pembakaran lahan.

Pembangunan sekat kanal untuk restorasi lahan gambut di Sumatera Selatan (Kompas.com)

6. Program Pencegahan Kebakaran Hutan dan Lahan (Karhutla)

Kebakaran hutan di Indonesia sering terjadi saat musim kemarau panjang di berbagai wilayah, seperti Pulau Sumatera dan Kalimantan. Faktor manusia menjadi penyebab utama terjadinya kebakaran hutan, seperti peladangan tebang bakar. Oleh karena itu, Pemerintah Indonesia juga meluncurkan program untuk mencegah dan menangani kebakaran hutan dan lahan secara proaktif. Kebijakan ini melibatkan berbagai instansi pemerintah, termasuk kementerian, polisi, dan militer, untuk bekerja sama dalam mendeteksi dan memadamkan kebakaran sebelum meluas. Langkah ini penting untuk mengurangi emisi GRK yang dihasilkan oleh kebakaran hutan dan lahan yang kerap terjadi selama musim kemarau di Indonesia.

Berikut ini video mengenai kebakaran hutan dan lahan di Kalimantan Tengah pada tahun 2019, salah satu kebakaran hutan dan lahan terparah di Indonesia.

Soal Latihan Materi Upaya Pemerintah

Sebagai Latihan Pada Materi Upaya Pemerintah, Ayo Kerjakan Soal Di Bawah Ini.